Pengertian Istilah Dan Definisi
Batubara sudah mulai terbentuk jauh sebelum manusia lahir di bumi. Diperkirakan pada awal sejarah planet bumi. Beberapa juta tahun yang lalu sebagian besar permukaan bumi tertutup air. Daratan pada umumnyaa rendah dan ditutupi rawa-rawa.Rawa-rawa tersebut ditumbuhi oleh tumbuhan sejenis paku-pakuan besar, ganggang dan varietas pohon-pohon besar yang sudah punah saat ini.
Batubara dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis mulai dari grade yang paling rendah yaitu peat, lignit, subbituminus, bituminus dan sampai grade paling tinggi yaitu antrasit.
Secara genesa yaitu berdasarkan proses pembentukannya, batubara dapat didefinisikan sebagai material yang berasal dari tumbuhan yang telah mengalami atau melewati proses penggambutan atau peatification. Akibat adanya proses tekanan dan pengeringan yang berasosiasi dengan aktivitas cekungan dan tektonik, maka material gambut mengalami perubahan tekstur dan komposisi (diagenesis or coalification).
Akibat adanya proses diagenesa yaitu proses pembatubaraan melalui perubahan temperatur dan tekanan, maka terjadi perubahan tingkat pematangan batubara. Tingkat batubara ini dikenal dengan istilah peringkat batubara atau coal rank.
Secara umum, urutan peringkat batubara dari yang paling rendah sampai dengan yang tertinggi adalah sebagai berikut: lignit, sub-bituminous, bituminous, semi-antrasit, dan antrasit.
Semakin tinggi peringkat batubara, maka kandungan air, zat terbang, hidrogen dan oksigen semakin rendah, sedangkan kandungan karbon, reflektansi vitrinit dan nilai kalori akan semakin tinggi.
Sebagian Batubara digunakan sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik, produksi baja dan semen atau dapat diolah lebih lanjut menjadi batubara cair atau liquifaction dan menjadi produk gas atau gasifikasi.
Beberapa jenis batubara memerlukan pengolahan atau peningkatan nilai tambah terlebih dahulu sebelum dapat dipasarkan atau dikirim ke konsumen. Salah satu cara peningkatan nilai tambah yang dapat dilakukan adalah dengan mengolah batubara bongkahan hasil penambangan menjadi bentuk lain yang memiliki kualitas yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar atau industri.
Batubara jenis sub-bituminous termasuk kualitas rendah sehingga memiliki harga yang relatif rendah juga. Untuk meningkatkan harga batubara seperti ini dapat dilakukan usaha peningkatan nilai tambah.
Peningkatan Nilai Tambah Batubara
Peningkatan nilai tambah batubara yang paling sederhana
adalah melalui operasi peremukan atau crushing dari bongkahan besar menjadi
ukuran yang masuk dalam persyaratan dan pencampuran atau blending antara
batubara kualitas rendah atau tidak masuk dalam spesifikasi dengan batubara
kualitas relatif tinggi sehingga memenuhi persyaratan spesifikasi teknis
pembeli.Peningkatan nilai tambah yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan pencucian atau washing dengan tujuam untuk menurunkan kadar abu. Pencucian dapat menghilangkan mineral-mineral yang mengandung abu dan sulfur.
Peningkatan juga dapat dilakukan dengan mengolah batubara menjadi briket batubara atau menjadikan produk dengan bentuk fisik dan kimiawinya telah berbeda, seperti menjadi bahan bakar cair atau liquefaction dan bahan bakar gas atatu gasifikasi.
Proses Karbonisasi
Proses Karbonisasi batubara merupakan proses peningkatan
kualitas batubara dengan cara dipanaskan di dalam tanur pada temperatur tinggi
diatas 800oC atau pada temperatur dibawah 600oC dalam lingkungan tanpa atau
sedikit udara. Proses ini dapat menghilangkan atau mengurangi kandungan
volatile matter dan air. Produk karbonisasi biasa disebut dengan char
atau coke.Char atau coke yang tidak memenuhi kualitas cokes dapat dioleh menjadi briket batubara atau arang, sedangkan cokes yang memiliki sifat cukup kuat dapat digunakan sebagai kokas untuk peleburan besi dengan blast furnace.
Proses Gasifikasi
Gasifikasi batubara merupakan proses konversi batubara
menjadi gas. Umumnya dilakukan untuk batubara yang tidak dapat digunakan secara
langsung sebagai bahan bakar. Gas yang dihasilkan dapat dimurnikan lagi atau
dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar, atau direaksikan dengan senyawa
lain untuk menghasilkan bentuk gas lain atau menjadi bentuk cairan. Bahan bakar
gas sintetik ini lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pembakaran langsung
dari batubara.
Proses Liquefaction
Liquefaction merupakan proses konversi batubara menjadi
produk lain seperti cairan melalui proses pirolisis, indirect liquefaction, dan
direct liquefaction.Pada proses pirolisis, cairannya merupakan produk samping dari produksi kokas. Pada proses indirect liquefaction, batubara digasifikasi menjadi campuran gas CO dan hidrogen (H2). Gas ini biasa disebut syngas.
Proses direct liquefaction sering juga disebut sebagai coal hydrogenation. Pada proses ini, batubara dicampur dengan larutan pendonor hidrogen dan direaksikan dengan hidrogen atau syngas pada tekanan dan temperatur tinggi untuk menghasilkan berbagai produk bahan bakar cair.
PERTAMBANGAN
Definisi
Pertambangan
Pertambangan merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk melakukan pencarian, penambangan (penggalian),
pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian. Bahan galian disini dapat
terdiri dari batubara, minyak atau emas.
Sebenarnya kegiatan pertambangan
memiliki kegiatan yang berkelanjutan yang dari langkah 1 ke langkah berikutnya
dapat mengurangi resiko kerugian dalam tambang. Tapi ada kegiatan yang
berlangsung secara bersamaan.
Berikut merupakan kegiatan-kegiatan
dalam pertambangan:
- Penyelidikan Umum (prospecting)
- Eksplorasi : eksplorasi
pendahuluan, eksplorasi rinci
- Studi kelayakan : teknik,
ekonomik, lingkungan (termasuk study Amdal)
- Persiapan produksi (development,
construction)
- Penambangan (Pembongkaran,
Pemuatan,Pengangkutan, Penimbunan)
- Reklamasi dan Pengelolaan
Lingkungan
- Pengolahan (mineral dressing)
- Pemurnian / metalurgi ekstraksi
- Pemasaran
- Corporate Social Responsibility
(CSR)
- Pengakhiran Tambang (Mine
Closure) / Reklamasi
Disini kita dapat membedakan antara
penambangan dengan pertambangan. Untuk penambangan sendiri merupakan salah satu
dari kegiatan pertambangan yang terdiri dari land clearing, pengupasan top
soil, pembongkaran Over Burden, Pengangkutan, kemudian terakhir Penimbunan.
Perizinan
Pertambangan
Pasal 1 angka 11 UU No. 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”) mengatur bahwa Izin
Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan “IUPK”, adalah izin
untuk melaksanakan usaha pertambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus
(“WIUPK”). Dalam bab XI mengenai Persyaratan Perizinan Usaha Pertambangan
Khusus, Pasal 86 UU Minerba mengatur bahwa Badan usaha yang melakukan kegiatan
dalam WIUPK wajib memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis,
persyaratan lingkungan dan persyaratan finansial, yang sama dengan
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tipe-tipe Izin
Usaha Pertambangan yang lain. Pemerintah berkewajiban mengumumkan rencana
kegiatan usaha pertambangan di suatu WIUPK, serta memberikan IUPK Eksplorasi
dan IUPK Operasi Produksi kepada masyarakat secara terbuka.
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun
2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Minerba”), mengatur lebih lanjut mengenai persyaratan yang
harus dipenuhi untuk memperoleh IUPK. Dalam pasal 62 PP Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Minerba, IUPK terdiri atas IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi
Produksi.
Pasal 64 PP Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Minerba mengatur bahwa untuk memperoleh IUPK Eksplorasi dan
IUPK Operasi Produksi harus memenuhi persyaratan:
I.
Persyaratan Administratif
1.Untuk IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi mineral logam dan batubara yang diajukan BUMN atau BUMN yang diberikan berdasarkan prioritas:
1.Untuk IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi mineral logam dan batubara yang diajukan BUMN atau BUMN yang diberikan berdasarkan prioritas:
- Surat permohonan;
- Profil badan usaha;
- Akta pendirian badan usaha yang
bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat
yang berwenang;
- Nomor Pokok Wajib Pajak;
- Susunan direksi dan daftar
pemegang saham; dan
- Surat keterangan domisili.
2.Untuk IUPK Eksplorasi dan IUPK
Operasi Produksi mineral logam dan batu bara bagi pemenang lelang WIUPK:
- Surat permohonan;
- Susunan direksi dan daftar
pemegang saham; dan
- Surat keterangan domisili.
II.
Persyaratan teknis, meliputi:
- Pengalaman BUMN, BUMD, atau
badan usaha swasta bidang pertambangan mineral atau batu bara paling
sedikit 3 (tiga) tahun;
- Mempunyai paling sedikit 1
(satu) orang tenaga ahli dalam bidang pertambangan dan/atau geologi yang
berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun; dan
- Rencana kerja dan anggaran
biaya untuk kegiatan 1 (satu) tahun.
III.
Persyaratan lingkungan, meliputi:
1.Untuk IUPK Eksplorasi meliputi:
- pernyataan untuk mematuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
2.Untuk IUP Operasi Produksi
meliputi:
- Pernyataan kesanggupan untuk
mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup; dan
- Persetujuan dokumen lingkungan
hidup sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
IV.
Persyaratan finansial, meliputi:
1.Untuk IUPK Eksplorasi, meliputi:
- bukti penempatan jaminan
kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi; dan
- bukti pembayaran harga nilai
kompensasi data informasi atau sesuai dengan surat penawaran.
2.Untuk IUP Operasi Produksi,
meliputi:
- laporan keuangan tahun terakhir
yang telah diaudit oleh akuntan publik; dan
- bukti pembayaran iuran tetap 3
(tiga) tahun terakhir.
Pemberian
WIUPK
Pemberian WIUPK terdiri atas WIUPK
mineral logam dan/atau batubara. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 51 ayat (3)
PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, WIUPK ditawarkan kepada
Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”), atau Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”) oleh
Menteri dengan cara prioritas. Dalam hal terdapat hanya satu BUMN atau BUMD,
WIUPK diberikan kepada BUMN atau BUMD dengan membayar biaya kompensasi data
informasi. Namun jika terdapat lebih dari satu BUMN atau BUMD, akan diadakan
proses lelang untuk menentukan kepada siapa WIUPK harus diberikan. Pemenang
lelang lalu akan dikenai kewajiban membayar biaya kompensasi data informasi
sesuai dengan nilai lelang. Pasal 52 PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Minerba mengatur bahwa badan usaha swasta, yang bergerak dalam bidang
pertambangan, dapat ditawarkan sebuah WIUPK jika tidak ada BUMN atau BUMD yang
berminat. Badan usaha swasta tersebut lalu akan dikenai kewajiban membayar
biaya kompensasi data informasi sesuai dengan nilai lelang.
Peraturan-Peraturan
Pertambangan
Tata urutan peraturan perundang –
undangan di Indonesia pada umumnya dan peraturan pertambangan pada khususnya
adalah :
- Undang Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945
- TAP MPR
- Undang-Undang Pokok
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan/Keputusan/Instruksi
Presiden
- Peraturan/Keputusan/Instruksi
Menteri
- Peraturan Daerah. Tingkat
Provinsi dan Kabupaten sesuai kewenangannya
- Peraturan/Instruksi/Keputusan
Gubernur dan Bupati sesuai kewenangannya
Pada mulanya undang-undang pokok
pertambangan di Indonesia adalah Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Pokok
Pertambangan. Undang-undang tersebut telah dilengkapi dengan peraturan
pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan
Dirjen, Peraturan Daerah dan lain-lainnya.
Sejak februari 2009, Undang-Undang
Pokok Pertambangan diganti dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara..
Sejak saat itu peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan dirjen dan peraturan daerah yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 secara berangsur-angsur akan diganti.
Sejak saat itu peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan dirjen dan peraturan daerah yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 secara berangsur-angsur akan diganti.
Sampai dengan bulan Juli 2010
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 baru berupa:
- Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun
2010 tentang Wilayah Pertambangan.
- Peraturan Pemerintah No. 23
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara.
- Peraturan Pemerintah No. 55
Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sedangkan peraturan pelaksanaan yang
lainnya masih mengacu kepada peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun
1967. Peraturan peraturan lama yang belum ada penggantinya masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009.
Peraturan pertambangan tersebut berlaku diseluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, tetapi belum dapat berlaku secara penuh apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) nya berdasarkan tata ruang yang berlaku berada di Kawasan Hutan.
Peraturan pertambangan tersebut berlaku diseluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, tetapi belum dapat berlaku secara penuh apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) nya berdasarkan tata ruang yang berlaku berada di Kawasan Hutan.
Apabila Wilayah Izin Usaha
Pertambangannya berada di kawasan hutan maka berlaku ketentuan tambahan yang
tercantum dalam pasal 38, 50 dan 78 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan yang bunyinya sebagai berikut :
1. pasal 38 ayat 3, 4 dan 5 UU No. 41 Tahun 1999
1. pasal 38 ayat 3, 4 dan 5 UU No. 41 Tahun 1999
- Penggunaan kawasan hutan untuk
kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai
oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu
tertentu serta kelestarian lingkungan.
- Pada kawasan hutan lindung
dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka.
- Pemberian izin pinjam pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berdampak penting dan cakupan yang
luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Pasal 50 ayat 3 UU 41 Tahun 1999
menyebutkan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum
atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa
izin Menteri”; (kehutanan red)
3. Pasal 78 ayat (6) menyebutkan
bahwa ” Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 ayat (4) atau Pasal 50 ayat (3) huruf g, diancam dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah)”.
Penjabaran ketentuan yang tercantum
dalam Undang-Undang Kehutanan tersebut tertuang dalam ;
- Peraturan Pemerintah 2 Tahun
2008 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berasal dari Penggunaan Kawasan
Hutan untuk Pembangunan diluar Sektor Kehutanan;
- Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan; dan
- Peraturan Menteri Kehutanan No.
43 /Menhut.II/2008 Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
Mengingat kegiatan usaha
pertambangan kalau tidak dikelola dengan baik sangat berpotensi merusak
lingkungan hidup maka kegiatan usaha pertambangan pun harus tunduk dengan
peraturan yang terkait dengan lingkungan hidup yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan pengganti
dari Undang-Undang N0. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Pelaksanaannya. Undang-Undang ini juga relatif baru sehingga
peraturan pelaksanaannya masih yang banyak menggunakan peraturan lama dengan
catatan asal tidak melanggar ketentuan perundang-undangan yang baru.
Kecelakaan kerja di sektor
pertambangan sangat potensial untuk dapat terjadi. Dalam rangka pencegahannya
maka dunia pertambangan pun harus tunduk ke peraturan yang terkait dengan
keselamatan dan kesehatan kerja. Peraturan perundang – undangan yang terkait
dengan keselamatan kerja di sektor pertambangan :
- Undang-undang No. 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja.
- Peraturan pemerintah No. 19
Tahun 1973 tentang Pengaturan Pengawasan Keselamatan Kerja Bidang Pertambangan.
- Keputusan Menteri Pertambangan
dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pertambangan Umum.
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No. Per-15/Men/VII/2005 Tentang Waktu Kerja dan Istirahat Pada Sektor
Usaha Pertambangan Umum Pada Daerah Operasi Tertentu.
Apabila kegiatan usaha pertambangan
merupakan penanaman modal baik modal asing maupun dalam negeri maka
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan peraturan
pelaksanaannya juga terkait dengan Peraturan Pertambangan.
Peraturan pertambangan dan peraturan lain yang terkait dengan pertambangan.
Peraturan pertambangan dan peraturan lain yang terkait dengan pertambangan.
Proses
Pertambangan
Tahap
Eksplorasi
Eksplorasi adalah segala kegiatan
mulai dari mencari daerah prospek keterdapatan endapan bahan galian sampai
mengetahui jumlah dan kadar (Sumber daya dan cadangan bahan galian yang
layak tambang/ekonomis).
Tahap eksplorasi :
1. Survei Tinjau (reconsaissance)
Tujuan :
• Mengidentifikasi daerah-daerah
yang secara geologis mengandung endapan yang berpotensi.
• Mengumpulkan informasi tentang
kondisi geografi, tata guna lahan, dan kesampaian daerah.
Kegiatannya antara lain:
• Studi geologi regional,
• penafsiran penginderaan jauh,
• metode tidak langsung lainnya,
• serta inspeksi lapangan
pendahuluan.
2. Prospeksi (Prospecting)
Tujuan :
Membatasi daerah sebaran endapan
yang akan menjadi sasaran eksplorasi selanjutnya.
Kegiatannya antara lain :
• Pemetaan geologi dengan skala
minimal 1: 50.000,
• Pengukuran penampang stratigrafi,
• Pembuatan paritan,
• Pembuatan sumuran,
• Pemboran uji (scout drilling),
• Pencontohan, dan
• Analisis.
Metode eksplorasi tidak langsung,
seperti penyelidikan geofisika, dapat dilaksanakan apabila dianggap perlu.
3. Eksplorasi Pendahuluan
(preliminary Explorationi)
Mengetahui gambaran awal bentuk
tiga-dimensi endapan yang meliputi:
• Ketebalan lapisan,
• Bentuk,
• Korelasi,
• Sebaran,
• Struktur,
• Kuantitas, dan
• Kualitas.
Kegiatannya antara lain :
• Pemetaan geologi dengan skala 1:
10.000,
• Pemetaan topografi,
• Pemboran dengan jarak yang sesuai
dengan kondisi geologinya,
• Penampangan (logging) geofisika,
• Pembuatan sumuran/paritan uji, dan
• Pencontohan yang handal.
Pengkajian awal geoteknik dan
geohidrologi mulai dapat dilakukan.
Kualitas dinyatakan dengan :
1. mineral : Kadar dan dinyatakan
dalam;
• % (persen) = 1,5% Cu, 55% Fe2O3
• Kw Sn/1000 m3 = SnO2
• Gr/ton (primer), gr/m3 (sekunder)
= Au
• Gr/ton = Ag
• Karat/m3 tanah = intan
• % MD (Magnetizing degree) tanah
yang digali = pasir besi (Fe3O4 + Fe2O3)
2. Khusus untuk batubara adalah :
• Total moisture
• Kandungan abu
• Fixed carbon
• Nilai kalor
4. Eksplorasi Rinci (Detailed
exploration)
Mengetahui kuantitas dan kualitas
serta model tiga-dimensi endapan secara lebih rinci.
Kegiatannya antara lain :
• Pemetaan geologi dan topografi
dengan skala minimal = 1 : 2.000,
• Pemboran dan pencontohan yang
dilakukan dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya,
• Penampangan (logging) geofisika,
dan
• Pengkajian geohidrologi dan
geotektonik.
Pajak
Pertambangan
Pajak merupakan hak yang didapatkan
oleh negara atas pelayanannya kepada para beneficiaries. Dalam sistem
perpajakan, si penerima ijin membayarkan sejumlah uang atas kegiatan yang
dilakukannya dan atas ijin yang didapatkannya serta tidak diperhitungkan atas
besar kecilnya kegiatan yang dilakukannya. Dengan demikian, walaupun usaha
sedang tidak beruntung atau produksi sedang menurun, ia tetap harus membayar
berbagai macam pajak yang telah ditentukan oleh negara.
Pajak tidak memperhitungkan besar
produksinya, tetapi memperhitungkan kekayaan yang dimiliki serta
penghasilannya. Pajak dikenakan pada hampir semua aktivitas yang dianggap
dilayani oleh negara. Karena itu bagi beberapa pihak pajak lebih tidak
menguntungkan daripada royalti.
Mineral dan batubara yang terkandung
dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak
terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting
dalam memenuhi hajat hidup orang banyak. Karena itu, pengelolaannya harus
dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian
nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara
berkeadilan.
Kegiatan usaha pertambangan mineral
dan batubara yang merupakan kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi,
minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan
nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan
daerah secara berkelanjutan.
Pada umumnya suatu perusahaan yang
bergerak dibidang pertambangan mempunyai siklus usaha sebagai berikut :
1. Penyelidikan umum;
2. Eksplorasi;
3. Studi Kelayakan;
4. Konstruksi;
5. Pertambangan/Eksploitasi;
6. Reklamasi
Masing-masing proses tersebut
terdapat kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Berikut
disampaikan kewajiban perpajakan masing-masing siklus:
1. Penyelidikan Umum: Untuk
menentukan potensi mineral pada suatu daerah perlu dilakukan pengujian
geologis, untuk itu dibutuhkan jasa dari pihak peneliti geologis untuk
melakukan Penelitian. Atas jasa tersebut terutang PPN dan PPh Pasal 23/26
tergantung siapa yang melaksanakan.
2. Eksplorasi: Adalah rangkaian
kegiatan penelitian, pengujian kandungan mineral, pemetaan wilayah dan kegiatan
lainnya yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi tentang lokasi, dimensi,
sebaran, kualitas dan sumber daya serta info lingkungan sosial dan lingkungan
hidup. Diperlukan jasa dari pihak ketiga yang akan terutang PPN dan PPh
Pasal 23/26 tergantung pihak yang melaksanakan.
3. Studi Kelayakan: Dilakukan untuk
mendapatkan informasi kelayakan ekonomis dan teknis pertambangan dan proses
analisis mengenai dampak lingkungan dan perencanaan pasca tambang, studi
kelayakan tersebut memuat data dan keterangan mengenai usaha tambang tersebut.
Proses ini dilakukan oleh pihak ketiga yang ahli mengenai hal tersebut. Atas
jasa pengujian tersebut terutang PPN dan PPh Pasal 23.
4. Konstruksi: Setelah diketahui
bahwa proyek pertambangan layak secara ekonomis teknis dan lingkungan, maka
dilakukan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur biasanya
dilakukan oleh perusahaan konstruksi. Jasa akan terutang PPN dan PPh Pasal 4
ayat (2) atas jasa konstruksi.
5. Penambangan/Eksploitasi: Kegiatan
ini biasanya meliputi Land clearing (proses pembukaan lahan), Pengeboran dan
penggalian, pengolahan/pemurnian, pengangkutan dan penjualan. Atas jasa yang
dilakukan oleh pihak ketiga terutang PPh Pasal 23/26 dan PPN.
6. Reklamasi: Adalah proses
rehabilitasi lingkungan yang rusak akibat kegiatan penambangan. Apabila proses
reklamasi dilakukan oleh pihak ketiga maka akan terutang PPh Pasal 23/26 dan
PPN.
Selain jenis pajak tersebut diatas,
juga terdapat kewajiban pembayaran pajak atas PPh Pasal 21 yaitu untuk pegawai
tetap, pegawai tidak tetap, orang pribadi yang bukan pegawai atas upah yang
diterima.
Selain hal-hal diatas, harus diperhatikan juga tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
1. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada:
Selain hal-hal diatas, harus diperhatikan juga tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
1. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada:
a. Pasal 1 Angka 1 menyatakan bahwa
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang;
b. Pasal 128 menyatakan bahwa
Pemegang IUP atau IUPK wajib membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah.
Pendapatan negara yang dimaksud yang terdiri atas penerimaan pajak dan
penerimaan negara bukan pajak. Adapun penerimaan pajak yang dimaksud terdiri
atas pajak-pajak yang menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan di bidang perpajakan serta bea masuk dan cukai.
Sedangkan penerimaan negara bukan pajak terdiri atas iuran tetap, iuran
eksplorasi, iuran produksi, dan kompensasi data informasi. Dalam hal pendapatan
daerah terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan lain yang sah
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Sesuai dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang
menjadi obyek Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan dan yang
menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu
hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
3. Sesuai dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
pada Pasal 1 Angka 8, Sektor Pertambangan adalah objek Pajak Bumi dan Bangunan
yang meliputi areal usaha penambangan bahan-bahan galian dari semua golongan
yaitu bahan galian strategis, bahan galian vital dan bahan galian lainnya;
4. Sesuai dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
pada Pasal 8, Besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak Sektor
Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C
ditentukan sebagai berikut:
a. Areal Produktif adalah sebesar
9,5 x hasil bersih galian tambang dalam satu tahun sebelum tahun pajak
berjalan.
b. Areal belum produktif, tidak
produktif dan emplasemen serta areal lainnya didalam atau diluar wilayah kuasa
pertambangan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sekitarnya
dengan penyesuaian seperlunya.
c. Objek Pajak berupa bangunan
adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka
15.
5. Sesuai dengan Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-47/PJ.6/1999 Tentang Penyempurnaan Tata Cara
Pengenaan Pbb Sektor Pertambangan Non Migas Selain Pertambangan Energi Panas
Bumi Dan Galian C Sebagaimana Diatur Dengan Surat Edaran Nomor :
Se-26/Pj.6/1999, pengenaan PBB atas areal belum produktif dan areal tidak
produktif disempurnakan dengan memperhitungkan tahapan kegiatan penambangan
sebagai berikut:
a. Penyelidikan umum, adalah sebesar
5% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak
berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;
b. Eksplorasi pada tahun ke-satu s/d
ke-lima, masing-masing sebesar 20% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan
dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri
Keuangan;
c. Eksplorasi untuk perpanjangan I
dan II, adalah sebesar 50% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan
Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;
d. Pembangunan Fasilitas Eksploitasi
(konstruksi) sampai dengan produksi adalah luas areal Wilayah Kuasa
Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan
dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama
Menteri Keuangan.
Ketentuan Fiskal (Perpajakan)
Dalam UU Minerba, beberapa ketentuan
fiskal di dalam UU Minerba adalah sebagai berikut:
Tarif perpajakan mengikuti peraturan
perundang – undangan yang berlaku dari waktu ke waktu/prevailing law (Pasal 133
Ayat 3 dan Ayat 5, Pasal 136).
Adanya kewajiban perpajakan tambahan
sekitar 10%, yakni 6% untuk pemerintah pusat dan 4% untuk pemerintah daerah
(Pasal 134 Ayat 1).
Besaran tarif iuran produksi
(royalti) ditetapkan berdasarkan tingkat pengusahaan, produksi dan harga (Pasal
137 Ayat 1).
Saat ini UU Minerba yang baru yaitu
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 (UU No. 4/2009) tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara menggantikan UU No. 11/1967.
Usaha pertambangan sesuai dengan Pasal
35 UU No. 4/2009 dilaksanakan dalam bentuk:
1) IUP atau Izin Usaha Pertambangan,
2) IPR atau Izin Pertambangan
Rakyat, dan
3) IUPK atau Izin Usaha Pertambangan
Khusus.
Dengan diberlakukannya UU No.
4/2009, sesuai dengan ketentuan penutupnya, UU No. 11/1967 dinyatakan dicabut
dan tidak berlaku lagi. Namun demikian, tidak semua ketentuan yang ada pada UU
No. 11/1967 tersebut dicabut dan langsung dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam
ketentuan peralihan Pasal 169 huruf a UU No. 4/2009 dinyatakan bahwa Kontrak
Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) masih
berlaku sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian.
Hal ini dikarenakan KK dan PKP2B
merupakan suatu kontrak yang sah dan harus dihormati oleh pihak-pihak yang membuat.
Di kutip dari berita di web DJP: http://www.pajak.go.id/content/news/kpp-pertambangan-dan-kpp-migas-diharapkan-dapat-penuhi-harapan-masyarakat-akan-keadilan
Saat ini Wajib Pajak (WP) perusahaan
tambang besar yang merupakan hasil Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara (PKP2B) dan kontrak karya kini di administrasikan dan dipantau secara
intensif pemenuhan kewajiban perpajakannya oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pertambangan. Tapi baru sebatas perusahaan pertambangan yang besar, yang
PKP2B dan kontrak karya, kalau yang Izin Usaha Pertambangan (IUP)-nya Gubernur,
Bupati, atau Walikota, itu belum. Dengan dibentuknya KPP Pertambangan dan
KPP Migas, maka DJP dapat semakin menggali penerimaan dari kedua sektor
tersebut. Selain itu, dengan dikeluarkannya PP No 79 Tahun 2010 tentang Biaya
Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) di Bidang
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas), dimana jenis biaya operasi yang tidak
dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan PPh, yang dulunya hanya
mencakup 5 biaya, sekarang mencakup 21 biaya, maka tunggakan-tunggakan pajak
perusahaan migas diharapkan dapat diselesaikan lebih cepat.
Langkah DJP dengan membentuk KPP
Pertambangan dan KPP Migas juga untuk memenuhi harapan besar masyarakat luas
agar DJP tegas dalam menagih tunggakan-tunggakan pajak perusahaan-perusahaan
besar pertambangan dan migas. Pembentukan KPP Pertambangan dan KPP Migas
diharapkan dapat memenuhi harapan masyarakat Indonesia akan adanya keadilan
dalam membayar pajak antara perusahaan-perusahaan besar migas dan pertambangan
dengan perusahaan-perusahaan menengah dan kecil di Indonesia yang juga wajib
bayar pajak.
1 komentar:
EURO 2020 Segera Tiba...
Segera Dapatkan Agen Terbaik dan Terpercaya Demi Kenyamanan Dalam Bermain.
Winning 303 Hadir Dengan Agen Sportsbook Terbaik dan Terpercaya Saat ini..Dengan Sistem Teknologi Modern Untuk Memberikan Rasa Aman dan Nyaman Dalam Bermain.
Dapatkan Segera Bonus Spesial Untuk Anda Yang Bergabung.
Bonus Welcome 20%
Bonus Deposit Harian 10%
Bonus Cashback 5-10%
Bonus Referral Seumur Hidup
Dapatkan Minimal Bet Parlay 5ribu Rupiah Saja....
Proses Transaksi Cepat , Mudah dan Aman...
Dapatkan Kemudahan Deposit Dengan Deposit via PULSA dan OVO
Klik >>>>>>> DAFTAR
Ayo Gabung Segera Dengan Kami...
Hubungi Segera:
WA: 087785425244
Cs 24 Jam Online
Posting Komentar